Langsung ke konten utama

 14 Hari menuju 2022

    Naila, seorang perempuan yang menyukai senja dan kata.

Perempuan yang tahu kemampuannya apa?

Namun, tak pernah benar-benar mengasahnya dengan sempurna.

Selalu berhenti di perempatan jalan, lalu mencoba hal baru padahal semua yang ia mulai tak pernai usai.

Garis finis itu tak pernah tersentuh, sebab jika ia menyentuhnya, ia takut berhenti.


Sayangnya, 

hal tersebut justru membuatnya menjadi manusia yang tak memiliki kredibilitas diri.

Kadang, ia bingung untuk memperkenalkan diri.

Disebut penikmat senja ia, tapi tak begitu juga.

Disebut penulis bisa jadi, tapi tak menghasilkan karya yang tertulis dengan nama sendiri.

Disebut mahasiswa juga bisa saja, tetapi ia tak pernah memaksimalkan privilege yang ia punya.

Disebut entrepreuner muda juga bisa, tetapi usahanya tak menunjukkan progres yang mengangkasa, bahkan sering kali, tak ada pelanggan yang membeli dagangannya.

Disebut konten creator, bisa saja. Namun, ia tak konsisten dengan karyanya, dan sepertinya, penontonnya itu itu saja.

Lantas, apa panggilan apa, atau kredibilitas apa yang patut untuk kuperkenalkan ia pada dunia?


Bagaimana mungkin, seorang yang dulunya punya banyak cita, mimpi, dan ambisi, kini redup tanpa ada amunisi untuk kembali?

Bagaimana mungkin, seorang yang dulu banyak memiliki motivasi, kini redup tanpa sehelai pun misi?

Bagaimana mungkin, semudah itu melenyapkan diri sendiri hanya karena tak mampu mendidik diri?

Bagaimana mungkin semua itu terjadi?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa yang menyebabkanku lalai, dan terjun meninggalkan diri sendiri.


Untuk Naila yang sebentar lagi bertemu tahun 2022. Kuharap kamu bisa bertumbuh kembali, menjadi perempuan yang penuh dengan amunisi dari dalam diri.

Sampai jumpa di tahun nanti. Aku tunggu karya karyamu.

Tak apa....

Aku rela menuntun dan mendidikmu kembali, menjadi perempuan yang kamu impikan dahulu.


Semangat Nai.


With love,


Yourself.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWKWARD FEELING Gak kerasa banget, usiaku sudah menginjak seperempat abad. Rasanya masih gak percaya, aku sudah berjalan selama ini. Ada berbagai macam perasaan yang sudah pernah dirasakan. Kepuasan, kesenangan, kesedihan, kecewa, dan kehilangan.  Sejauh aku melangkah, aku baru menyadari satu hal bahwa aku tidak pernah benar-benar menyelesaikannya degan tuntas. Mengembangkan bakat menulis, ketika udah menang dan masuk nominasi beberapa kali, aku merasa cukup. Puas. Dulu juga gitu, ketika aku belajar persiapan SBMPTN, nilai tryoutku sempat masuk ke nilai tertinggi pertama, setelah mencapai itu, semangat belajarku menurun dan rankingnya jatuh. Untungnya ada pak Anggi, yang ngeboost semangatku buat bangkit lagi. Pun dengan dunia kreativitas, ketika aku merasa cukup puas dengan hasil editingku, ya sudah. Cukup sampai di sana.  Pun dengan menghafal Qur'an, udah hafal beberapa juz, eh melempem. Akhirnya, sekarang hafalan Qur'annya tertinggal kepingan kepingan semata. Sebenarnya, ada...
Tulisan random malam ini Beberapa waktu ini, aku ngelihat story orang-orang yang dulu menyatakan serius ingin menikahiku, atau laki-laki yang dulu pernah mencoba mendekatiku. Satu per satu dari mereka mulai menemukan seseorang yang membuatnya merasa utuh. Seneng sekaligus menjawab pertanyaanku dulu sih. Apakah mungkin? ada orang yang mau bertahan, menungguku tanpa sebuah kepastian sampai akhirnya aku benar-benar menyelesaikan pendidikanku lalu mengiyakan dia untuk mengetuk pintu orangtuaku. Apakah mungkin, ada orang yang sesabar itu, menunggu aku yang bisa saja ditunggu orang lain juga? Aku tidak terlalu yakin dengan itu. Aku tidak pernah mengiyakan orang-orang yang datang untuk serius sebab pendidikanku masih berlangsung. Pun tidak pernah mau agar dia menungguku hingga selesai. Rasanya, ucapan bersedia ditunggu akan membuatku terikat, tidak bebas dengan ikatan yang Allah tidak suka. Orang orang sering menyebutnya sebagai komitmen. Huh, ada ada saja. Menurutku, kata komitmen sama saja ...