Kalau tiada baru terasa. Begitu kata pepatah zaman dahulu bersua. Kukira hal itu benar adanya, sebab sudah lima hari ia tak keluar dari sumbernya. Katanya, ia sedang menuju perjalanan. Entah sedang terhenti karena apa, aku tidak mengerti.
Lima hari aku menunggu. Menunggu dengan perasaan kesal, entah pada siapa, diakah? atau siapa? mengapa aku marah? Mengapa aku kesal? Mengapa perasaanku tidak karuan?
Lima hari sudah aku menunggu. Kabarnya tak kunjung jua kuketahui, tak ada yang memberi tahu. Entah karena malu, atau karena tak tahu.
Lima hari sudah aku menunggu. Menunggu dengan perasaan semerawut ditemani piring, gelas, sendok, serta peralawan dapur yang kotor lainnya. Lima hari sudah aku menunggu, menunggu dengan perasaan gelisah setiap kali melihat tumpukan pakaian kotor di sudut pintu.
"Tante, air di rumah tante sudah keluar belum?" Ucapku dengan wajah memelas.
"Belum juga nih, Naila."
"Ada kabar akan selesai kapan gak, Tan?"
"Entah lah, Nai. Persediaan airmu habis, Nai?"
"Menipis...." Ucapku lesu.
Kulihat, wajah tetanggaku juga sama, kami merasa khawatir akan air yang tak kunjung keluar.
Lima hari aku menunggu. Menunggu dengan perasaan kesal, entah pada siapa, diakah? atau siapa? mengapa aku marah? Mengapa aku kesal? Mengapa perasaanku tidak karuan?
Lima hari sudah aku menunggu. Kabarnya tak kunjung jua kuketahui, tak ada yang memberi tahu. Entah karena malu, atau karena tak tahu.
Lima hari sudah aku menunggu. Menunggu dengan perasaan semerawut ditemani piring, gelas, sendok, serta peralawan dapur yang kotor lainnya. Lima hari sudah aku menunggu, menunggu dengan perasaan gelisah setiap kali melihat tumpukan pakaian kotor di sudut pintu.
"Tante, air di rumah tante sudah keluar belum?" Ucapku dengan wajah memelas.
"Belum juga nih, Naila."
"Ada kabar akan selesai kapan gak, Tan?"
"Entah lah, Nai. Persediaan airmu habis, Nai?"
"Menipis...." Ucapku lesu.
Kulihat, wajah tetanggaku juga sama, kami merasa khawatir akan air yang tak kunjung keluar.
***
Hari ke-6, air tak kunjung keluar. Kekesalanku hampir memuncak ketika air di tong kecil khusus untuk berwudhu tinggal sedikit.
"Ya Allah, gini amat sih hidup gak ada air." Batinku setelah berwudhu.
Pagi tadi, tak ada tanda-tanda yang membuatku lega. Air itu tetap tak keluar dari singga sananya. Moodku buruk sekali pagi ini, cucianku semakin menumpuk. Padahal aku tidak menyukai hal-hal yang sifatnya tidak rapi. Geli, kesal sendiri melihatnya.
Terbesit di benakku untuk mengangkat air yang ada di gentong dekat mesin cuci. Air steril yang digunakan khusus untuk memasak. Tanpa babibu, tanganku mengambil baskom kecil dan menuangkan air gentong itu ke baskom. YASSSS! Akhirnya ada air yang bisa kugunakan untuk mencuci piring, meski aku harus merelakan air gentong yang juga tinggal seperempat (mungkin sudah tak sampai).
Dengan perasaan yang masih sama, ngedumel aku mencuci piring-piring yang bau itu! Ya Tuhan! bayangkan saja, piring-piring itu tertumpuk sekian lama. Aku ngeri sendiri membayangkannya. Pantas saja moodku buruk sekali setiap kali melewati dapur. Sumber utamanya adalah ketidak bersihan dan ketidakrapian dapur itu! ish, ish, ish....
Selama nyuci piring, aku berpikir, kenapa aku harus gundah dan kesal dengan hal-hal ini? kenapa aku tidak mengambil hikmah dari kejadian ini? Barang kali, ini adalah cara Tuhan untuk membuatku bersyukur dengan rizki air yang biasanya melimpah, tidak menyia-nyiakan atau membuang-buangnya ketiaka melimpah. Barang kali, ini cara Tuhan untuk memberikan pelajaran kepada hamba-Nya, agar bisa mengambil pelajaran, dan mengingat tentang betapa beruntungnya kami yang hidup dengan air melimpah. Bayangkan saja, di afrika serta daerah daerah yang minim air, terutama air bersih, bukankah mereka lebih suffer, lebih berjuang untuk hidup layak dengan iar bersih. Duh Nail. Baru 6 hari aja udah ngeluh gini. Gimana mereka yang tidak dapat akses air bersih setiap hari? Bagaimana mereka yang harus berjalan kiloan bahkan puluhan kilometer untuk mendapatkan air bersih. Think again, Nail. Banyakin bersyukur, dan melihat segala sesuatu dengan kacamata orang positif. Kalau pengelihatanmu selalu dikaburkan dengan kacamata negatif, lantas dengan cara apa kamu mensyukuri yang sedikit? mensyukuri apa yang telah Allah kasih ke kamu?
Ya ampun, ternyata nyuci piring bikin sel-sel otak Nail mengganti kacamata negatifnya, hahahaa. Btw, beneran ya, kalau kita tidak diuji dengan ketiadaan, maka kita gak bisa merasakan keberadaan secara utuh. Gak bisa merasakan kebermanfaatan yang selama ini luput dari pandangan mata kita.
Dear Allah, terima kasih telah membukakan mata Nail meskipun rada telat. Terima kasih telah menanamkan rasa syukur agar Nail tidak menjadi hamba yang kufur. Terima kasih atas sentilan kecil ini, agar Nail lebih mensyukuri setiap nikmat yang sedikit, menyukuri hidup yang terdiri dari gabungan atom-atom ini, termasuk O2 dan H2O.
Kamarku, 12 Desember 2019
Nailassirri A.
Komentar
Posting Komentar