Langsung ke konten utama

KONTEMPLASI

KONTEMPLASI

       Hari ini, lagi dan lagi saya menampar diri saya sendiri. Barusan, saya membaca blog teman saya, hai Ay, semoga lo selalu sehat di belanda. Isi blognya selalu menarik perhatian saya, karena isinya selalu berbobot. Membuat saya yang malas berpikir ini menjadi berpikir, paling engga tulisannya berhasil membuat saya berkontemplasi.
       Entah mengapa, tulisan doi selalu memberikan saya insight, tentang memandang sesuatu, apalagi doi lagi exchange ke Belanda, harusnya tahun ini doi siap siap koas, tapi dia memutuskan untuk mengambil kesempatan meninggalkan Indonesia. Syukurlah dia memilih untuk mengambil kesempatan itu, saya jadi sedikit paham mengenai atmosfer tinggal di Belanda.
   Dari tulisan-tulisannya, saya melihat, betapa Aya adalah seorang yang sangat skeptis dan menggunakan nalarnya dengan baik. The way she thinks always gimme an insight. Gak tau kenapa selalu ada informsi baru yang saya dapat, seperti tulisannya yang berjudul "Apakah Indonesia Mengidap Susah Berkomunikasi?" dari situ, saya mendapat banyak perspective berbeda mengenai bagaimana orang-orang terpelajar di Belanda mempresentasikan apa yang mau mereka berikan. Cara ngomongnya lues, gak banyak point-point di PPTnya, PPTnya sedikit, terus cara penyampaiannya pun slow. Intinya, yang terpenting adalah, point utama yang diberikan oleh lecturer tersampaikan dan diterima dengan baik. Lagi pula, mereka memiliki jam kelas yang lebih sedikit ketimbang waktu kuliah di Indonesia. Mereka hanya memiliki waktu 45 menit untuk kelas, dan setelah itu istirahat 15 menit. Jadi, dengan waktu yang sedang (untuk tetap fokus) dan point yang sedikit, namun memiliki pemaparan yang dalam akan membuat mahasiswanya lebih memahami materi yang disampaikan.
        Lalu, Aya juga menyampaikan, bahwa persentase dari lecturer yang menyampaikan dengan apik sekitar 70%, sedangkan sisanya 30% terkadang bosan untuk disimak. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi yang ada di kuliahan Indo. Saya pun merasakannya, namun setidaknnya, saya memiliki beberapa dosen dengan kemampuan mentrasnfer ilmu kepada mahasiswanya dengan cara yang tidak membosankan. Syukurlah, setidaknya prodi saya punya.
      Lalu, dengan fenomena-fenomena ini, apakah faktor penyebabnya adalah ketidakmampuan dalam berkomunikasi secara efektif? mungkin saja. Saya sendiri juga merasakan hal serupa, saya merasa kemampuan yang saya miliki untuk mendeliver sesuatu kepada orang lain masih terbatas dan terbata-bata sehingga poin-poin penting yang ingin saya sampaikan tidak tersampaikan dengan bai                         Lantas, jika kelemahan ini sudah ditemukan. Lalu apa yang harus saya lakukan?  Mernghinakan diri? ah jangan! mungkin boleh sekali-kali sebagai lecutan untuk berubah, selebihnya saya harus mencari alternatif lain agar kelemahan ini bisa saya perbaiki. Setidaknya, saya harus belajar untuk berkomunikasi secara efekif dan memahami sesuatu secara holistik, tidak setengah-setengah. Boleh jadi, kemampuan berkomunikasi yang kurang juga disebabkan oleh pengetahuan yang kurang.Ya boleh jadi, kalau pengetahuan menjadi sebuah momok, berarti "pengetahuan" itu yang harus ditingkatkan, lalu diiringi dengan praktik berkomunikasi secara efektif. Ah, rupanya saya harus benar-benar mempelajari dan melihat segala sesuatu secara holistik. Biar hasilnya juga maksimal, tidak setengah-setengah...

     By the way, di awal paragraf tadi saya meaparkan tentang sebuah tamparan. Saya memang tertampar dengan kelakuan saya sendiri. Ketika saya membaca tulisan teman saya, saya merasa sebagaii orang yang menyia-nyiakan kesempatan untuk mengeksplore pengateahuan lebih, saya merasa tertampar di kala saya sibuk memikirkan nilai UB yang tidak seberapa karena kelalaian saya dalam belajar di blok ini, teman saya justru berpikir ke depan. ia Justru menganalisis sesuatu yang belum bisa saya analisis sendiri. Memang ya, orang yang selalu membaca dan melatih daya nalarnya selalu terlihat lebih maju.


Salam! saya yang masih berbenah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maybe if i,  woke up in the morning,  hearing your voice,  maybe if i was with you maybe if we spent our difficult days together,  what would we have been to us? The distance between you and me  It never seems to disappear I was frozen with my words and your words If by chance we meet again  If i were do something for you,  Will it change a little? For the reason why we had to break up, I would fix it and try try try (to fix it),  so, can i hug you?  There are different pieces of memory,  Out the feelings of longing that resemble each other Only if you, If you come
DEAR NO ONE I like being independent Not so much of an investment No one to tell me what to do I like being by myself Don't gotta entertain anybody else No one to answer to But sometimes, I just want somebody to hold Someone to give me the jacket when it's cold Got that young love even when we're old sometimes, I want someone to grab my hand Pick me up, pull me close, be my man I will love you till the end So if you're out there, I swear to be good to you But I'm done lookin' for my future someone 'Cause when the time is right You'll be here, but for now Dear no one, this is your love song I don't really like big crowds I tend to shut people out I like my space But I'd love to have a soul mate And God'll give him to me someday And I know it'll be worth the wait So if you're out there, I swear to be good to you But I'm done lookin' for my future someone 'Cause when the time is right You'll be here, but for now Dear no o
Tulisan random malam ini Beberapa waktu ini, aku ngelihat story orang-orang yang dulu menyatakan serius ingin menikahiku, atau laki-laki yang dulu pernah mencoba mendekatiku. Satu per satu dari mereka mulai menemukan seseorang yang membuatnya merasa utuh. Seneng sekaligus menjawab pertanyaanku dulu sih. Apakah mungkin? ada orang yang mau bertahan, menungguku tanpa sebuah kepastian sampai akhirnya aku benar-benar menyelesaikan pendidikanku lalu mengiyakan dia untuk mengetuk pintu orangtuaku. Apakah mungkin, ada orang yang sesabar itu, menunggu aku yang bisa saja ditunggu orang lain juga? Aku tidak terlalu yakin dengan itu. Aku tidak pernah mengiyakan orang-orang yang datang untuk serius sebab pendidikanku masih berlangsung. Pun tidak pernah mau agar dia menungguku hingga selesai. Rasanya, ucapan bersedia ditunggu akan membuatku terikat, tidak bebas dengan ikatan yang Allah tidak suka. Orang orang sering menyebutnya sebagai komitmen. Huh, ada ada saja. Menurutku, kata komitmen sama saja