Langsung ke konten utama

Suatu Alasan yang Membuatku Berbicara


         Namaku Nina, dan ibuku Dinda, dia adalah seorang ibu rumah tangga yang luar biasa. Bahkan aku menganggapnya lebih dari sekedar ibuku,  aku menganggapnya sebagai malaikatku. Mungkin karena ibuku terlalu baik terhadapku.
        Aku tinggal bersama keluarga kecilku di Jepang, namun seiring berjalanya waktu ibu dan ayahku ingin pulang ke Indonesia untuk membangun karakter budayaku. Dari sinilah kisahku berawal.

        Aku hidup di Indonesia semenjak aku menginjak umur 6 tahun, diusiaku yang belia aku mendapatkan cobaan yang sangat besar dari Tuhan. Ibuku sakit keras disaat aku berusia 6 tahun, dan aku tak bisa membantu lebih kepada orang tuaku, karena posisinya aku masih menginjak umur yang sangat belia, yang aku tahu jika ibuku tak bisa memberikan perhatian lebih terhadapku.
        Karena aku kurang mendapatkan perhatian dari orang tuaku, yang notabennya, ayahku sebagai pembisnis, ibuku memiliki sakit keras. Lalu pada siapa aku mendapatkan perhatian layaknya anak yang berusia 6 tahun?
                                                                               *****

       Hingga tiba saatnya ayahku lelah dengan sumua yang terjadi, dia selalu datang pagi atau bahkan tak pulang kerumah selama dua hari, mengetahui hal itu ibuku semakin terpuruk dalam kesakitan yang dideritanya, aku pun mengerti perasaan ibu bagaimana? karena pada saat itu aku sudah berusia 12 tahun, 6 tahun lebih ayahku kesepian karena tak ada yang menemaninya sedih rasanya jika aku melihat keadaan keluargaku tak seharmonis dulu.
      Pernah suatu ketika aku sangat marah terhadap orang tuaku, aku marah kepada ayahku dan aku marah kepada Tuhanku. Aku marah kepada ayah ketika ibu telah tiada ia malah bersenang senang dengan wanita mainanya, dan aku marah kepada Tuhan, mengaa hidupku berubah sedemikian rupa, bahkan aku tak mengenaili kehidupanku sekarang. Aku benci dengan ini semua.
     Aku membiarkan semua yang terjadi pada hidupku, aku membiarkan ayahku seenaknya membawa wanita yang tak benar keluar, masuk dari rumahku. Aku seolah bosan didalam duniaku sendiri. aku tak ingin menegur, dan aku tak ingin bersuara kepada ayahku. Tuhan aku benci ayahku yang sekarang, dia bukan ayahku yang dulu, yang menyayangiku, melindungiku bahkan ia yang mempertahankanku didunia. Tapi, mengapa semua kasih sayang itu hilang, ataukah Kau memang menginginkan aku menderita?

    Tuhan aku benci ini semua, aku ingin pergi saja. pergi kedunia yang berbeda, kedunia yang sepi tanpa ada banyak suara dan tanpa ada ayah beserta wanitnya.

             *******

             Hari yang kuinginkan pun tiba, aku benar benar berada di dunia itu, didunia tanpa ada ayahku. Ayahku pergi meninggalkanku, meninggalkanku dengan waktu yang cukup lama, dengan watu yang tak sebentar. Ayah ku pergi dengan sejuta kepedihan, ayahku tega meninggalkan ku sendiri, ia membiarkanku menikmati dunia yang aku inginkan. Namun, bukan kematiannya yang aku ingin kan ayah, aku hanya ingin kan ayah sadar, jika ayah masih memiliki aku, masih menganggapku, menganggapku sebagai seorang anak. kini aku benar benar sendiri, tanpa ada ayah dan ibuku.
           Tuhan......
           aku berteriak sekencang kencangnya,
            "Tuhan, mengapa ? mengapa kematian lagi yang harus menghampiri keluargaku. Tuhan aku menyerah dengan ini semua. Tuhan, bisakah kau mendengarku.

         Aku terus berteriak, tanpa ada jawaban dari sang pencipta. Hingga akhirnya aku tersadar, seharusnya aku yang menemani ayahku disaat ibu tak bisa berbuat, dan aku yang membantu ibu melawan sakitnya pendetitaan.
      Aku berhenti berteriak dan menyadari   jika "Itulah Sebuah alasan mengapa aku berbicara." berbicara ketika aku tak mampu menahan semua kepenatanku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWKWARD FEELING Gak kerasa banget, usiaku sudah menginjak seperempat abad. Rasanya masih gak percaya, aku sudah berjalan selama ini. Ada berbagai macam perasaan yang sudah pernah dirasakan. Kepuasan, kesenangan, kesedihan, kecewa, dan kehilangan.  Sejauh aku melangkah, aku baru menyadari satu hal bahwa aku tidak pernah benar-benar menyelesaikannya degan tuntas. Mengembangkan bakat menulis, ketika udah menang dan masuk nominasi beberapa kali, aku merasa cukup. Puas. Dulu juga gitu, ketika aku belajar persiapan SBMPTN, nilai tryoutku sempat masuk ke nilai tertinggi pertama, setelah mencapai itu, semangat belajarku menurun dan rankingnya jatuh. Untungnya ada pak Anggi, yang ngeboost semangatku buat bangkit lagi. Pun dengan dunia kreativitas, ketika aku merasa cukup puas dengan hasil editingku, ya sudah. Cukup sampai di sana.  Pun dengan menghafal Qur'an, udah hafal beberapa juz, eh melempem. Akhirnya, sekarang hafalan Qur'annya tertinggal kepingan kepingan semata. Sebenarnya, ada...
 Hidup yang terus berjalan Gak kerasa banget, hampir 6 tahun aku menempuh pendidikan. Rasanya seperti baru kemarin aku masuk kuliah. Sejauh ini, aku sangat menikmati hidupku yang kata orang orang sudah seharusnya memiliki partner.  But, im still single without someone special until right away.  I just love to grow with myself, dan sampai saat ini, kayaknya terlalu nyaman dengan hidup sendiri. Bahaya juga sih hahahaa Hidup tanpa memiliki pacar, memiliki gebetan, atau bahkan seseorang dengan komitmen saling menunggu. i dont have those things. Setiap kali ada yang mengajakku untuk "berkomitmen" sembari menunggu masa studiku selesai, aku selalu menolaknya karena merasa "untuk apa?" aku gak mau terikat. Bagiku, berkomitmen sama halnya dengan pacaran secara halus huee. Sedangkan pacaran adalah sebuah hal yang bertentangan dengan value serta prinsip yang aku pegang. Jadi, aku selalu bilang. "Mohon maaf, untuk saat ini aku tidak mau terikat dengan siapapun. Tidak mau d...